TOLONG SEGERA DILENGKAPI KARENA AKAN DISETOR KE PANWASKAB
Silahkan Download Disini
Bersama Rakyat Awasi Pemilu Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu
Jumat, 11 Oktober 2013
Minggu, 06 Oktober 2013
Silahkan Download Disini
1. Perbawaslu No 2 Tahun 2013
2. Lampiran Perbawaslu No 2 Tahun 2013
3. Perbawaslu No 6 Tahun 2008
4. Struktur Panwascam
5. Struktur Panwaskab
6. Perbawaslu_Nomor_23_tahun_2009_tentang_pengawasan_kampanye
7. Perbawaslu-Nomor-19-Tahun-2009
8. Perbawaslu_Nomor_22_Tahun_2009_tentang_pengawasan
1. Perbawaslu No 2 Tahun 2013
2. Lampiran Perbawaslu No 2 Tahun 2013
3. Perbawaslu No 6 Tahun 2008
4. Struktur Panwascam
5. Struktur Panwaskab
6. Perbawaslu_Nomor_23_tahun_2009_tentang_pengawasan_kampanye
7. Perbawaslu-Nomor-19-Tahun-2009
8. Perbawaslu_Nomor_22_Tahun_2009_tentang_pengawasan
DOWNLOAD DISINI
1. UU NO 12 TAHUN 2008
2. PKPU NO 8 TAHUN 2013
3. PKPU NO 9 TAHUN 2013
4. PKPU NO 10 TAHUN 2013
5. PKPU NO 11 TAHUN 2013
6. PKPU NO 12 TAHUN 2013
7. PKPU NO 13 TAHUN 2013
8. PKPU NO 15 TAHUN 2013
1. UU NO 12 TAHUN 2008
2. PKPU NO 8 TAHUN 2013
3. PKPU NO 9 TAHUN 2013
4. PKPU NO 10 TAHUN 2013
5. PKPU NO 11 TAHUN 2013
6. PKPU NO 12 TAHUN 2013
7. PKPU NO 13 TAHUN 2013
8. PKPU NO 15 TAHUN 2013
Sabtu, 17 Agustus 2013
Jumat, 16 Agustus 2013
Macam-Macam Pelanggaran Pemilu Menurut UU No. 10 Tahun 2008
Macam-Macam Pelanggaran Pemilu Menurut UU No. 10 Tahun 2008
UU No. 10 Tahun 2008 membagi sengketa Pemilu menjadi tiga hal yakni dua bentuk pelanggaran Pemilu yang terdiri atas pelanggaran administrasi dan pelangaran pidana serta satu lagi mengenai Perselisihan Hasil Pemilu.
1. Pelanggaran Administrasi
Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran
administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana Pemilu dan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Dengandemikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi.
Contoh pelanggaran administratif tersebut misalnya; tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta Pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempatpendidikan untuk berkampanye, tidak melaporkan rekening awal dana kampanye, pemantau Pemilu melanggar kewajiban dan larangan.
2. Tindak Pidana Pemilu
Rumusan tentang pelanggaran pidana Pemilu diatur dalam Pasal 252 UU No. 10 Tahun
2008 yaitu pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya ada 51 pasal (Pasal 260 s/d 311) yang memuat
ketentuan tentang pidana Pemilu ini, diantaranya:
Sengaja menghilangkan hak pilih orang lain (Pasal 260); sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukanuntuk pengisian daftar pemilih (Pasal 261); Penetapan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan oleh Undang-undang (Pasal 283); dll.
3. Perselisihan Hasil Pemilu
Yang dimaksud dengan perselisihan hasil Pemilu menurut pasal 258 Undang-undang
Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan jumlah
perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta Pemilu.
Lembaga pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa hasil
pemilihan umum ini sesuai dengan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 yang kemudian dijabarkan lebih detail lagi melalui UU N0. 24 Tahun 2003 khususnya pasal 10 adalah Mahkamah Konstitusi.
Setelah Pemilihan Kepala Daerah masuk pada rezim Pemilu, praktis saat ini ada tiga jenis Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU), yakni:
a. PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
b. PHPU Presiden dan Wakil Presiden;
c. PHPU Pemilukada.
UU No. 10 Tahun 2008 membagi sengketa Pemilu menjadi tiga hal yakni dua bentuk pelanggaran Pemilu yang terdiri atas pelanggaran administrasi dan pelangaran pidana serta satu lagi mengenai Perselisihan Hasil Pemilu.
1. Pelanggaran Administrasi
Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran
administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana Pemilu dan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Dengandemikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi.
Contoh pelanggaran administratif tersebut misalnya; tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta Pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempatpendidikan untuk berkampanye, tidak melaporkan rekening awal dana kampanye, pemantau Pemilu melanggar kewajiban dan larangan.
2. Tindak Pidana Pemilu
Rumusan tentang pelanggaran pidana Pemilu diatur dalam Pasal 252 UU No. 10 Tahun
2008 yaitu pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya ada 51 pasal (Pasal 260 s/d 311) yang memuat
ketentuan tentang pidana Pemilu ini, diantaranya:
Sengaja menghilangkan hak pilih orang lain (Pasal 260); sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukanuntuk pengisian daftar pemilih (Pasal 261); Penetapan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan oleh Undang-undang (Pasal 283); dll.
3. Perselisihan Hasil Pemilu
Yang dimaksud dengan perselisihan hasil Pemilu menurut pasal 258 Undang-undang
Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan jumlah
perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta Pemilu.
Lembaga pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa hasil
pemilihan umum ini sesuai dengan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 yang kemudian dijabarkan lebih detail lagi melalui UU N0. 24 Tahun 2003 khususnya pasal 10 adalah Mahkamah Konstitusi.
Setelah Pemilihan Kepala Daerah masuk pada rezim Pemilu, praktis saat ini ada tiga jenis Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU), yakni:
a. PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
b. PHPU Presiden dan Wakil Presiden;
c. PHPU Pemilukada.
Pemilu
Pemilu merupakan sebuah keniscayaan bagi sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis. Karena melalui Pemilu sebuah pemerintahan ditentukan dan dipilih secara langsung oleh rakyat untuk mendapatkan mandat mengurus bangsa dan negara ini demi kesejahteraan bersama. Disebut sebagai pilar demokrasi, karena pemilihan umum seperti ini tidak akan pernah dijumpai dalam sebuah negara monarki atau kerajaan.
Menurut Jimly Asshiddiqie, secara teoritis, tujuan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam sebuah negara adalah:
1. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai;
2. untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
3. untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan
4. untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.
Begitu pentingnya kehadiran sebuah pemilihan umum tersebut, maka para ahli sepakat untuk memasukkan elemen Pemilu menjadi salah satu ciri pemerintahan yang demokratis, selain ciri-ciri yang lain seperti penegakan HAM, Supremasi hukum, dll.
Kalau begitu rumusannya, maka Pemilu bukan hanya sesuatu yang penting tetapi menjadi wajib adanya. Karena siapapun yang akan duduk diparlemen sebagai kepanjangan tangan masyarakat haruslah mempunyai legitimasi yang ditunjukkan dengan seberapa besar pilihan rakyat dalam Pemilu dijatuhkan kepada dirinya. Sehingga, setiap satu suara dari setiap pemilih merupakan hal yang sangat berharga yang akan menentukan masa depan sebuah bangsa.
Harapannya, Pemilu nanti akan menjadi Pemilu yang jujur, adil dan demokratis sebagaimana asas yang melandasinya. Namun nampaknya harapan ini masih terlalu jauh untuk menjadi realitas konkret yang bisa diwujudkan, Karena yang terjadi di lapangan antara Das Sollen dan Das Sein saling bertolak belakang.
Akhir-akhir ini kita sering disuguhkan, menyaksikan dan mendengar dari mass media cetak maupun elektronik begitu banyaknya pelanggaran-pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh partai politik (Parpol) maupun oleh calon perseorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mulai daripelanggaran administrasi hingga pelanggaran Pidana Pemilu. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana kacau balaunya akurasi penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur yang hingga saat ini masih menjadi polemik bahkan ada kecenderungan kekacauan penetapan DPT ini telah melebar luas tidak hanya terjadi di Jatim, tetapi hampir diseluruh nusantara
Penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye, pemakaian atribut parpol oleh Pengawai Negeri Sipil (PNS) sampai pada mengikut sertakan anak-anak pada acara-acara kampanye dimana hal tersebut sesungguhnya telah jelas-jelas dilarang dan melanggar Undang-undang Pemilu. Bahkan awal pembukaan kampanyepun, yang digagas oleh beberapa parpol untuk melakukan ikrar dan deklarasi bersama untuk kampanye damai, justru yang terjadi sebaliknya dibeberapa tempat, kampanye perdana Pemilu tersebut banyak diwarnai aksi anarkis dan bentrokan. Bahkan ironisnya lagi, tidak jarang parpol dalam berkampanye banyak mengundang para artis dan penyanyi yang tidak jarang pula menampilkan sesuatu yang menurut Undang - undang Pornogafi
masuk kategori porno aksi dan pornografi. Dibilang ironis, karena parpol, khususnya mereka yang saat ini mempunyai kursi diparlemen, dan lebih khusus lagi parpol yang mendukung kelahiran Undang-undang Pornografi ini justru mereka sendiri yang melanggarnya.
Tulisan ini ingin membahas lebih jauh tentang apa sajakah macam-macam pelanggaran Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum dan bagaimana cara penyelesaian atas pelanggaran dan sengketa Pemilu tersebut.
Menurut Jimly Asshiddiqie, secara teoritis, tujuan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam sebuah negara adalah:
1. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai;
2. untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
3. untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan
4. untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.
Begitu pentingnya kehadiran sebuah pemilihan umum tersebut, maka para ahli sepakat untuk memasukkan elemen Pemilu menjadi salah satu ciri pemerintahan yang demokratis, selain ciri-ciri yang lain seperti penegakan HAM, Supremasi hukum, dll.
Kalau begitu rumusannya, maka Pemilu bukan hanya sesuatu yang penting tetapi menjadi wajib adanya. Karena siapapun yang akan duduk diparlemen sebagai kepanjangan tangan masyarakat haruslah mempunyai legitimasi yang ditunjukkan dengan seberapa besar pilihan rakyat dalam Pemilu dijatuhkan kepada dirinya. Sehingga, setiap satu suara dari setiap pemilih merupakan hal yang sangat berharga yang akan menentukan masa depan sebuah bangsa.
Harapannya, Pemilu nanti akan menjadi Pemilu yang jujur, adil dan demokratis sebagaimana asas yang melandasinya. Namun nampaknya harapan ini masih terlalu jauh untuk menjadi realitas konkret yang bisa diwujudkan, Karena yang terjadi di lapangan antara Das Sollen dan Das Sein saling bertolak belakang.
Akhir-akhir ini kita sering disuguhkan, menyaksikan dan mendengar dari mass media cetak maupun elektronik begitu banyaknya pelanggaran-pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh partai politik (Parpol) maupun oleh calon perseorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mulai daripelanggaran administrasi hingga pelanggaran Pidana Pemilu. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana kacau balaunya akurasi penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur yang hingga saat ini masih menjadi polemik bahkan ada kecenderungan kekacauan penetapan DPT ini telah melebar luas tidak hanya terjadi di Jatim, tetapi hampir diseluruh nusantara
Penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye, pemakaian atribut parpol oleh Pengawai Negeri Sipil (PNS) sampai pada mengikut sertakan anak-anak pada acara-acara kampanye dimana hal tersebut sesungguhnya telah jelas-jelas dilarang dan melanggar Undang-undang Pemilu. Bahkan awal pembukaan kampanyepun, yang digagas oleh beberapa parpol untuk melakukan ikrar dan deklarasi bersama untuk kampanye damai, justru yang terjadi sebaliknya dibeberapa tempat, kampanye perdana Pemilu tersebut banyak diwarnai aksi anarkis dan bentrokan. Bahkan ironisnya lagi, tidak jarang parpol dalam berkampanye banyak mengundang para artis dan penyanyi yang tidak jarang pula menampilkan sesuatu yang menurut Undang - undang Pornogafi
masuk kategori porno aksi dan pornografi. Dibilang ironis, karena parpol, khususnya mereka yang saat ini mempunyai kursi diparlemen, dan lebih khusus lagi parpol yang mendukung kelahiran Undang-undang Pornografi ini justru mereka sendiri yang melanggarnya.
Tulisan ini ingin membahas lebih jauh tentang apa sajakah macam-macam pelanggaran Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum dan bagaimana cara penyelesaian atas pelanggaran dan sengketa Pemilu tersebut.
PENYELENGGARAAN PEMILU
BAB III
PENYELENGGARAAN
PEMILU
a. Pengaturan
Pemilu (Pemilu Kada, Pemilu Legislatif, Pilpres)
Pengaturan
Pemilu ini sebagai upaya untuk mendorong dan mengakomodasi suara rakyat untuk
menggunakan haknya, yaitu memilih dan dipilih. Artinya, rakyat sebagai pemegang
kedaulatan, berkuasa untuk dipilih dan memilih calon yang dikehendakinya.
Pada Pasal
22E ayat (2) UUD 1945 (hasil perubahan), menentapkan Pemilu terdiri atas
pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Namun
dalam perkembangannya, Pemilu mengalami perluasan makna sehingga Pemilukada
merupakan bagian dari Pemilu yang sebelumnya disebut Pilkada Langsung.
Pengaturan
Pemilukada merupakan perkembangan dari Pasal 56 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, yang menentukan bahwa kepala daerah dan wakil
kepala daerah, dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara
demokratis berdasarkan asas Luber dan Jurdil.
Pengaturan
penyelenggaraan Pemilukada adalah suatu proses keterbukaan ruang partisipasi
publik di daerah, yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang kredibel dan
didukung rakyat. Melalui pengaturannya, diharapkan berfungsi sebagai instrumen
pergantian pejabat politik, agar mampu melahirkan pemimpin yang terbaik,
sehingga dapat memperbaiki kualitas demokrasi Indonesia.
Tujuan utama
reformasi pemerintahan daerah menurut UU No. 32 tahun 2004, adalah untuk
mempercepat kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan,
peran-serta masyarakat, dan daya-saing daerah, dengan memperhatikan prinsip
demokrasi pemerintahan, keadilan, keistimewaan dan kekhususannya, meningkatkan
efisiensi dan efektivitas dengan memperhatikan hubungan antara susunan
pemerintah dan antar-pemerintah daerah, potensi daerah dan globalisasi.
Oleh karena
itu, pengaturan dan penegakan aturan pemilihan kepala daerah menjadi sebuah
keniscayaan untuk dapat dilaksanakan secara konsisten sebagai implementasi dari
demokrasi, serta pemenuhan hak atas kesejahteraan tidak dapat dikesampingkan
demi penguatan prinsip demokrasi tersebut.
b. Pelaksanaan
Pertahapan
1) Penyusunan
Daftar Pemilih
Pada tahapan ini, tugas Panwaslu Kada kecamatan adalah
melakukan pengawasan terhadap proses penetapan Daftar Pemilih Tetap, dimulai
dari Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara (DPS) sampai ditetapkan menjadi
Daftar Pemilih Tetap (DPT) diwilayah kecamatan. Ini dilakukan untuk menghindari
adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) Ganda pada masing-masing desa se wilayah
kecamatan.
Adapun perinciannya sesuai dengan PKPU no 12 Tahun 2010 dan
Perbawaslu No 1 Tahun 2011 yaitu :
1.
Warga negara indonesia (pasal: 4
ayat 1)
2.
Berusia 17 Tahun (pasal: 3)
3.
Telah terdaftar dalam daftar
pemilih
4.
Tidak sedang dicabut hak pilihnya
berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap
5.
Berdomisili di daerah pemilihan
sekurng-kurangnya 6 bulan sebelum disahkan DPS.
6.
Nyata-nyata tidak terganggu
jiwa/ingatannya (4,5,6 pasal: 4 ayat: 2 a,b,c)
1) Pencalonan
Pasangan
calon yang meramaikan pesta demokrasi Kabupaten Probolinggo pada Pemilu Kada
Tahun 2012 ini diikuti 3 pasangan calon yaitu; 1. Hj. Tantri Hasan Aminuddin
dan Timbul Prihanjoko (HATI). 2. Habib Salim Qurays, S.Ag dan Agus Setiawan
(BAGUS). 3. Drs. Kusnadi dan Wahid Nurahman (KAWAN).
2) Kampanye dan
Dana Kampanye
a. Kampanye
1.
Kampanye adalah Kegiatan yang
dilakukan oleh pasangan calon dan atau tim kampanye atau pelaksana kampanye
atau petugas kampanye untuk meyakinkan para pemilih dalam rangka mendapatkan
dukungan sebesar-besarnya, dengan menawarkan visi, misi, dan program pasangan
calon secara lisan atau tertulis (PKPU No 14/2010 pasal 5)
Pelaksanaan
Kampanye dari pasangan Calon ( Pascal ) diperlukan beberapa tindakan pengawasan
antara lain :
1. Periapan
Monitoring pelaksanaan Kampanye
2. Dilakukan
Rapat Koordinasi persiapan Pelaksanaan kampanye
3. Dilakukan
pembagian tugas ( Job description ) terhadap adana pelaksnaan kampanye.
4. Pengecekan
surat idzin pelasanaan kampanye
5. Dilakukan
surat yudas / mandate monitoring pelaksanaan kampanye
6. Surat
himbauan kepada kepa korcam dari pasangan calon
: HATI-BAGUS-KAWAN.
7. Hal-Hal yang
Diperlukan Dalam monitoring pelaksanaan kampanye :
a. Surat idzin pelakanaan kampanye
b. Jurkam
kampanye
c. Materi
kampane
d. Waktu
kampanye
e. Tempat
kampaye
f.
Jumlah pengunjung kampanye
g. Situasi dan
kondisi pelaksanaan kampanye
Evaluasi
dari egiatan pelaksanaan kampanye
2.
Unsur – unsur kumulatif
Dilakukan oleh pasangan calon atau tim kampanye pasangan calon;
Meyakinkan para
pemilih dalam rangka memperoleh dukungan sebesar-besarnya dalam bentuk
penawaran visi, misi, dan program secara tertulis dan/atau lisan;
Alat peraga atau atribut pasangan calon (PKPU NO 14/2010 PASAL 5
AYAT 3)
3.
Materi Kampanye
Materi kampanye yang dilaksanakan oleh pasangan calon meliputi visi, misi,
dan program
pasangan calon dibuat secara tertulis dan wajib disampaikan kepada masyarakat
pemilih. (PKPU NO 69/2009 PASAL 11 AYAT 1-2)
4.
Teknik Penyampaian Materi
a. Penyampaian
materi kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilakukan dengan cara:
b. sopan, yaitu
menggunakan bahasa atau kalimat yang santun dan pantas ditampilkan kepada umum;
c. tertib,
yaitu tidak mengganggu kepentingan umum;
d. mendidik,
yaitu memberikan informasi yang bermanfaat dan mencerahkan pemilih;
e. bijak dan
beradab, yaitu tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan atau pasangan calon
lain; dan
f. tidak
bersifat provokatif. (PKPU NO 69/2009 PASAL 13)
5.
Bentuk Kampanye
a. Pertemuan
terbatas;
b. Tatap muka dan dialog;
c.
Penyebaran melalui media cetak dan
media elektronik;
d.
Penyiaran melalui radio dan/atau televisi;
e.
Penyebaran bahan kampanye kepada
umum;
f.
Pemasangan alat peraga di tempat
umum;
g.
Rapat umum;
h.
Debat publik/debat terbuka antar calon; dan/atau
i.
Kegiatan lain yang tidak
melanggar peraturan perundang-undangan, antara lain kegiatan deklarasi atau konvensi pasangan calon oleh partai politik atau
gabungan partai
politik, acara ulang tahun/milad, kegiatan sosial dan budaya, perlombaan
olahraga, istighosah, jalan santai, tabligh akbar, kesenian dan bazaar serta
rapat umum. (PKPU NO 69/2009 PASAL 16 AYAT 1)
6.
Pemasangan alat peraga
• Alat peraga
kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, dan program pasangan calon, simbol-simbol, atau tanda gambar pasangan calon
yang dipasang
untuk keperluan kampanye Pemilu yang bertujuan untuk mengajak orang memilih
pasangan calon tertentu. PKPU 14/2010 PASAL 1 AYAT 11
• Pemasangan
alat peraga di tempat kampanye dan di tempat lain ditentukan oleh KPU diatur
sebagai berikut :
1. KPU Kabupaten/Kota,
PPK, dan PPS, berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan
Kelurahan/Desa atau sebutan lain, untuk menetapkan
lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye pemilu;
Alat peraga tidak dibenarkan ditempatkan pada tempat
ibadah seperti masjid, gereja, vihara, pura, rumah sakit atau tempat-tempat
pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan
sekolahan), jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, dan tempat-tempat
fasilitas umum (misalnya tiang telepon, tiang listrik, dan pohon perindang jalan);
Langganan:
Postingan (Atom)